BEKASI, Mediakarya – Keberadaan Tim Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu dipertanyakan efektivitasnya. Pasalnya, di tengah kerusakan lingkungan yang masif di kawasan tersebut, kinerja tim yang digaji dari uang negara ini dinilai tidak terlihat hasilnya.
Pertanyaan kritis ini mencuat dalam Simposium Sampah Bantargebang yang digelar akhir Oktober 2025 lalu. Dalam forum tersebut, keberadaan TPST Bantargebang dan TPA Sumur Batu dinilai telah merusak lingkungan dan mengarah pada bencana ekologi.
Salah satu peserta kemudian mempertanyakan fungsi dan hasil kerja tim monev yang seharusnya bertugas mengawasi pengelolaan sampah di wilayah tersebut.
“Tim monev kan digaji dari uang negara, jadi masyarakat berhak tahu hasilnya. Tugas mereka mengontrol potensi dan bahaya, harusnya diinformasikan ke masyarakat agar ada langkah mitigasi, pencegahan, dan antisipasi,” ungkap salah satu peserta.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, mengatakan keberadaan tim monev yang dibiayai dari dana bantuan DKI Jakarta harus dipertanggungjawabkan.
“Ini menjadi pertanyaan besar. Kalau ada tim monev yang dibiayai dari uang Bandek (Bantuan DKI), terkait dengan pengawasan dan monitoring, hasilnya apa? Kalau memang ada hasilnya, ada datanya, ada monitoring dan evaluasi yang disampaikan berupa data valid dari mereka setelah mereka turun ke lapangan, nah ini yang kita butuhkan,” ujarnya.
Latu menegaskan, Komisi II akan memanggil Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi terkait evaluasi tim monev dan meminta pertanggungjawaban atas hasil kerja mereka.
Dia juga mempertanyakan apakah orang-orang yang ditempatkan di tim monev merupakan orang yang kompeten dan kapabel, atau hanya pengangkatan biasa saja tanpa melihat kapasitas dan kapabilitas mereka.
Tak hanya itu, dia juga menyoroti bahwa DLH tidak memberikan informasi kepada DPRD, khususnya Komisi II, mengenai hasil kerja tim monev. Padahal, menurutnya, DPRD membutuhkan informasi mengenai siapa saja yang tergabung dalam tim monev, bagaimana proses penyeleksiannya, serta kejelasan tupoksi, input, output, dan outcome dari tim tersebut.
“Kalau sekarang masih jadi pertanyaan besar, terutama bagi masyarakat yang tinggal di Bantargebang,” ungkapnya.
Dari catatan Forum Jurnalis Penggiat Lingkungan (FJPL), tim monev untuk tahun 2025 resmi mendapatkan Surat Keputusan yang ditandatangani Wali Kota Bekasi Tri Adhianto pada 14 April 2025. Tak tanggung-tanggung, tim ini diisi lebih dari 200 orang.
Berdasarkan SK tersebut, tim monev memiliki sejumlah tugas. Pertama, melakukan monitoring pelaksanaan pengelolaan TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu setiap tiga bulan sekali. Kedua, melakukan evaluasi dampak pengelolaan kedua tempat tersebut setiap enam bulan sekali berdasarkan aspek yang ditetapkan.
Ketiga, memberikan masukan sebagai dasar penyusunan perencanaan program dan kegiatan penanganan dampak negatif aspek lingkungan, kemacetan, sosial, dan ekonomi, serta dampak lainnya dari pengelolaan TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu berdasarkan kajian dan data empirik.
Keempat, melakukan pemantauan dan membantu penyelesaian permasalahan yang timbul di TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu, dan masyarakat sekitarnya sesuai pokja.
Kelima, memberikan laporan kerja setiap tiga bulan sekali kepada Wali Kota dan ditembuskan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (Supri)




