Oleh Mohamad Fuad, Pengamat Politik dan Dosen Universitas Gunadarma
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) belum beruntung selama ini menghadapi kritik terkait budaya internalnya yang dianggap kurang mengakomodasi kader-kader yang pernah kalah dalam kontestasi politik. Dalam setiap hajatan politik, seperti muktamar, musyawarah wilayah (Muswil), musyawarah cabang (Muscab), hingga pemilu, kader yang gagal dalam kompetisi sering kali kehilangan tempat dan bahkan dianggap rival. Kondisi ini menciptakan jarak antara mantan kader aktif dengan struktur partai.
Minimnya Peran untuk Mantan Pejuang PKB
PKB juga dinilai tidak memiliki mekanisme yang kuat untuk membangun solidaritas antarkader lintas generasi. Hal ini terlihat dari absennya keterlibatan mantan senior partai yang pernah berjuang di era tertentu. Nama-nama besar seperti Mahfud MD, Khofifah Indar Parawansa, hingga Gus Ipul kerap disebut sebagai contoh mantan kader yang kemudian seolah dijauhkan dari struktur PKB. Dalam banyak kasus, kader yang kalah kompetisi kerap diisolasi tanpa akses untuk tetap berkontribusi di partai.
Pelajaran dari Golkar: Solidaritas Lintas Faksi
Sebagai pembanding, Partai Golkar mampu menunjukkan tradisi berbeda dengan merangkul seluruh faksi dan mantan tokoh mereka dalam setiap acara besar. Hal ini menampilkan citra solid dan mempertahankan relevansi politik Golkar di peta nasional. Golkar tetap menjadi salah satu partai besar berkat kemampuannya mengelola loyalitas kader di berbagai tingkatan.
Menyoal Definisi Kader dan Kepemimpinan
PKB dinilai perlu mengevaluasi definisi kader dan kepemimpinan yang diterapkan. Kritik muncul terhadap pola kaderisasi yang dianggap kurang beradab karena cenderung mengesampingkan kader yang telah berkontribusi nyata di akar rumput. Sementara itu, beberapa pihak yang berada dalam struktur organisasi mendapatkan akses istimewa meski kontribusinya dianggap minim.
Seruan untuk Perubahan Tradisi Internal
Untuk menjadi partai yang lebih kuat dan solid, PKB diharapkan mengubah tradisi kepemimpinannya. Sebuah pola kaderisasi yang lebih inklusif, menghormati kontribusi para senior, serta memberikan ruang bagi seluruh kader yang setia pada visi misi partai, dinilai menjadi kebutuhan mendesak.