- Tanjung Morawa – ±553 Ha dijual ke pengembang properti (harusnya jadi objek TORA).
 - Helvetia dan Labuhan Deli – ±320 Ha berubah jadi kawasan komersial tanpa pelepasan HGU
 - Deli Tua dan Percut Sei Tuan – ±400 Ha lewat “kerja sama” semu yang ujungnya jual beli.
 - Patumbak, Sunggal dan Batang Kuis – ±200 Ha, pola mirip Persil 53, via notaris.
 - . Bekas Kebun Helvetia – ±140 Ha dijual ke Ciputra Group dan afiliasi, diklaim bukan objek reforma agraria.
 - Bandar Klippa – ±360 Ha dilego lewat badan afiliasi, padahal HGU-nya tidak boleh diperpanjang sesuai rekomendasi Pansus DPR RI 2004.
 - Bekas Kebun Tuntungan – ±180 Ha berubah jadi kawasan perumahan elit tanpa izin BUMN.
 
Total indikasi tanah negara yang dijual: lebih dari 2.000 hektare.
Indikasi pelanggaran hukum
Dari seluruh pola di atas, terdapat dugaan pelanggaran terhadap:
- UU No. 5 tahun 1960 (UUPA) Pasal 28 dan 34 – pengabaian fungsi sosial tanah.
 - PP No. 40 tahun 1996 – pelanggaran pengembalian HGU yang telah berakhir.
 - Perpres No. 86 tahun 2018 – pengabaian prioritas TORA untuk tanah eks-HGU.
 - Permen ATR/BPN No. 7 tahun 2021 – penyalahgunaan pengelolaan aset BUMN.
 - UU Tipikor (31/1999 jo. 20/2001) – penyalahgunaan wewenang dan kerugian keuangan negara.
 
Mari kita bongkar bersama
IAW yakin daftar ini belum lengkap. Maka kami mengajak masyarakat Sumatera Utara untuk turut melaporkan tanah-tanah eks-HGU PTPN II yang diduga dijual secara ilegal melalui:
1. Saluran resmi Kejati Sumut
2. Layanan pengaduan Polda Sumut
3. Komunitas Cinta Tanah Sumatera (CTS) dan Advokat Publik dengan kontak:
- Muhammad Amin – 0813-7618-8700
 - Franjul M. Sianturi, S.E., S.H. – 0813-6232-8434
 - Famati Gulo, S.H., M.H. – 0813-6104-9739
 
Semakin banyak laporan masyarakat, semakin panjang daftar pelaku yang bisa disidik oleh Kejati Sumut.
Rekomendasi penindakan hukum

									


