Membaca Arah Reshuffle

Sejumlah menteri saat dilantik di Istana Negara Jakarta, Senin (8/9/2025) Foto: Ist

Oleh: Agus Wahid

Akhirnya, Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle, yang memang dinanti sebagian publik, meski baru sebagian. Itulah empat menteri, yakni Sri Mulyani (Menteri Keuangan), Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi), Dito Ariotedjo (Menteri Pemuda dan Olahraga), dan Budi Gunawan (Menteri Koordinator Politik dan Keamanan). Itulah Keputusan Presiden RI No. 86/P Tahun 2025 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Menteri dan Wakil Menteri Kabinet Merah Putih Periode 2024 – 2029, dibacakan di Istana Negara, 8 September 2025.

Sebagian pihak tentu membaca mengapa keempat orang itu saja yang direshuffle dan ke mana arahnya bagi kepentingan perbaikan negara ke depan?

Seperti kita ketahui, tragedi sosial-ekonomi yang berlangsung beberapa hari terakhir tak lepas dari pendulum kebijakan ekonomi yang diluncurkan Menteri Ekonomi. Diawali dengan kenaikan PPn 12% per Januari 2025 dan dibiarkannya daerah-daerah menaikkan prosentasi Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB P2) yang sangat hiperbolik dan sangat tidak rasional telah menggerakkan reaksi massif dan ekstensif dari berbagai daerah. Unjuk rasa di mana-mana.

Sementara, dalam masa yang relatif bersamaan melalui Nota Keuangan yang dibacakan pada 15 Agustus lalu Menteri Keuangan “menjorokkan” Presiden dalam bentuk kenaikan gaji DPR. Sebuah kebijakan yang disambut dengan berjoged-ria. Tampaknya, Sri Mulyani berharap dapat dukungan politik yang kuat dari lembaga legislatif. Tapi, alih-alih dukungan, yang terjadi justru reaksi massif-ekstensif dari berbagai elemen rakyat.

Membuka kembali tulisanku pada 24 Agustus 2025 (PAJAK dan SINYAL SKENARIO PELENGSERAN ITU) yang tershare di berbagai media sosial itu, sejatinya Prabowo tahu dan membiarkan gerakan anti-trust Sri Mulyani. Juga, tahu banyak hal tentang sejumlah skenario culasnya. Tapi, dibiarkan. Dengan reaksi antagonis yang melanda masyarakat luas karena faktor ekonomi, maka fakta menjadi landasan argumentatif untuk mencopot Sri Mulyani.

Bagaimana dengan Budi Gunawan? Dengan mendasarkan Budi Gunawan itu sosok yang sangat dekat Megawati, analisis yang lebih dekat adalah persoalan kinerja yang memang tidak cakap. Data bicara, Budi Gunawan mantan pejabat BIN. Juga, elit POLRI. Bahkan, calon Kapolri, meski tidak direstui Jokowi, sehingga gagal. Dua posisinya itu harusnya mampu mendeteksi dan bahkan mencegah huru-hara yang bukan sekedar unjuk rasa moral, tapi telah dijadikan laga bagi para penumpang gelap. Arahnya cukup serius: makar terhadap posisi Prabowo.

Krisis kinerja menjadi landasan argumentatif untuk mencopot Budi Gunawan. Kita tahu, pencopotannya tidak disertai penggantinya. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar, apakah Kapolri Listyo Sigit Prabowo atau Panglima TNI Agus Subianto akan diambil sebagai penggantinya, setelah diawali keputusan purna tugas? Jika arahnya ke sana, maka salah satu dari Geng Solo ini dilucuti lalgi kekuatan strategisnya, tapi dengan sangat etis. Dicabut, tapi tetap diikat ekornya.

Menkeu yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa dalam jangka pendek diarahkan untuk menciptakan stabilisasi ekonomi nasional, terutama makronya. Juga, dituntut untuk merevisi total sistem penerimaan negara yang lebih mengandalkan sumber daya alam dan mineral, yang nilainya jauh lebih tak terhingga dibanding penerimaan dari sektor pajak.

Konsekuensinya, Menkue bekerjasama dengan Menko Perekonomian bisa mendesak tata-ulang sistem eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dan mineral itu. Itukah sebabnya wilayah teknis belum dikutak-katik dari Bahlil Lahadalia, meski diketahui publik banyak melakukan persekongkolan untuk misi profit-taking.

Menkeu baru pasti dan pasti akan mengawasi ketat kegiatan ekspor-impor, yang tidak boleh lagi terjadi mafia yang diback up penguasa. Illegal export seperti nikel pada zaman Jokowi tak boleh terjadi lagi. Kalau perlu dan hal ini idealnya, serangkaian catatan illegal export sepuluh tahun lalu dibuka kembali datanya. Jika terukti merugikan negara, itulah pintu masuk untuk mendera secara hukum, siapapun yang terlibat, termasuk mantan penguasa kemarin.

Melalui pintu penertiban sektor keuangan negara, maka sumber-sumber penerimaan strategis seperti sektor ESDM ini akan mendapat pengawasan ekstra. Sebagai sosok kepercayaan Prabowo, ia tak akan rela bersekongkol dengan Menteri ESDM, apalagi dengan pelaku ekonomi elit global.

Dapat kita garis-bawahi, penggantian Sri Mulyani berdampak pada ketidakleluasaan para bandit ekonomi di dalam negeri yang selama ini benar-benar menjadi mafia tak tergoyahkan. Juga, kompradornya dari berbagai dunia (Singapura, China bahkan AS atau lainnya). Lebih menarik lagi, pengawasan ketat Kementerian Ekonomi ini pada akhirnya akan menjalan pada gerakan besar “pembantaian” mafia migas dan ESDM lainnya. Pembantaian ini – berdasarkan data yang ditemukan di lapangan menjadi informasi krusial dalam upaya pemberantasan korupsi di sektor migas dan ESDM.

Setali tiga uang, atas nama pemberatasan korupsi, reshuffle terhadap Budi Arie dan Ariotedjo menjadi jalan mulus untuk memproses kasus judi online dan penyalahgunaan wewenang kedua mantan menteri Geng Solo itu yang sempat tertunda karena dilindungi the boss. Pihak Kejaksaan dan atau KPK tak punya dalih lagi untuk ewuh-pekewuh, minimal minta izin kepada presiden. Bahkan, Presiden bisa lebih kuat untuk menekan aparat penegak hukum. Jangan main-main.

Yang menarik lagi, ketika para Geng Solo itu pada akhirnya harus menghadapi “mahkamah hukum”, sementara dalam masa bersamaan akan segera terproses RUU Perampasan Aset, mereka akan segera menjadi mahluk miskin. Jika hal ini terjadi, maka Geng Solo semakin menipis amunisinya dan sulit bergerak untuk melakukan gerakan rekayasa makar.

Dan yang terakhir, adalah pencopotan Budi Arie dari kursi Menteri Koperasi adalah bagian dari strategi pembangunan sekaligus penguatan ekonomi mikro dan menengah. Jika sektor ini tetap dipercayakan kepada Geng Solo, maka visinya hanya di atas kertas. Sementara, penjabrannya (misi) justru dibelokkan dan mempersulit perkembangan sektor ekonomi mikro. Ituah sebabnya, Kementerian Koperasi dipercayakan kepada kadernya, yang tentu telah diketahui dedikasinya dan kamampuannya. Semoga saja manah.

Itulah arah sekilas yang dapat kita tangkap di balik kebijakan reshuffle empat menteri, di samping pengangkatan Menteri baru: Menteri Haji dan Umrah. Sebuah harapa besar, kementerian Haji dan Umrah ini tidak lagi menjalankan praktik bancakan seperti Menteri Agama zaman Jokowi. Juga, tidak lagi dialihkan dananya untuk dan atau atas nama pembangunan infrastruktur. Berjalanlah on the track. Agar Allah pun meridhai.

Penulis: Analis Politik dan Kebijakan Publik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *