JAKARTA, Mediakarya – Pemerintah mengusulkan pemungutan suara Pemilu digelar pada April atau Mei 2024. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, kesimpulan konsinyasi Tim Kerja Bersama Pemilu dan Pilkada 2024 yang menyepakati pencoblosan Pemilu dilaksanakan pada 21 Februari 2024 bukan keputusan akhir yang mengikat.
“Kami mengusulkan agar hari pemungutan suaranya dilaksanakan pada bulan April seperti tahun-tahun sebelumnya atau kalau masih memungkinkan Mei 2024,” ujar Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, Kamis (16/9).
Alasannya, kata Tito, proses pemilu dan pilkada seyogianya dilaksanakan dalam waktu singkat dan efisien dengan tetap dalam koridor peraturan perundang-undangan. Ditambah adanya pertimbangan efisiensi anggaran karena prioritas penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Dikabarkan dari republika, ia juga mengatakan, stabilitas politik dan keamanan perlu dijaga agar pemerintah dan komponen bangsa lainnya tetap solid dalam menghadapi krisis pandemi Covid-19. Situasi politik dan keamanan yang stabil akan memberi ruang kepada pemerintah pusat dan daerah menjalankan program-program secara maksimal.
Tito menyebutkan, hari pemungutan suara pada 21 Februari 2024 akan memajukan semua tahapan-tahapan pemilu. Setidaknya Juni 2022, tahapan pemilu harus sudah dimulai karena konsekuensi aturan waktu tahapan paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara.
Apalagi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan penambahan waktu lima bulan sehingga tahapan pemilu sudah dimulai sejak Januari 2022. Menurut Tito, hal ini dapat mengakibatkan memanasnya suhu politik nasional dan daerah sejak awal, termasuk polarisasi masyarakat di tingkat elite dan akar rumput.
Hal itu pun tentu akan berdampak pada keamanan serta kelancaran pelaksanaan program pembangunan pusat dan daerah di tengah pandemi Covid-19. Tito mengatakan, usulan tambahan tahapan persiapan selama lima bulan itu diganti dalam bentuk narasi program kegiatan yang diajukan KPU kepada pemerintah di luar tahapan pemilu.
Dia juga meminta KPU berupaya memadatkan tahapan-tahapan pemilu, seperti masa kampanye yang direncanakan berlangsung selama tujuh bulan. Menurut Tito, pertimbangan KPU menetapkan masa kampanye tujuh bulan karena sambil memproses pengadaan logistik pemilu adalah hal yang keliru.
Sebab, alasan yang cukup sederhana tersebut akan sangat berdampak luas, seperti polarisasi yang pernah terjadi pada Pemilu 2019 lalu. Untuk itu, dia meminta masa kampanye dipersingkat.
“Kita ingin masa kampanyenya lebih pendek sehingga polarisasi, atas nama demokrasi fine, tapi faktanya juga polarisasi dapat mengakibatkan terjadinya perpecahan bahkan konflik dan kekerasan,” tutur dia.
Terkait hal ini, Tito mengatakan perlu dukungan regulasi khusus pemerintah untuk percepatan pengadaan dan distribusi logistik Pemilu dan Pilkada 2024 agar tahapan krusial dapat diatasi secara optimal. Diperlukan dukungan dan pengawalan dari lembaga kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah.