Oknum Ormas dan LSM Pemalak Dituding Jadi Biang Kerok Terhambatnya Investasi di Tanah Air

Wamenaker Immanuel Ebenezer. (Ist)

JAKARTA, Mediakarya – Iklim investasi di Indonesia dinilai kerap terhambat oleh praktik-praktik pemalakan yang dilakukan oleh pihak-pihak berkedok organisasi kemasyarakatan (ormas) maupun tokoh masyarakat lokal.

Hal tersebut dikatakan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau akrab disapa Noel dalam acara Dewas Menyapa Indonesia di Jakarta, Senin (28/7/2025) kemarin.

Noel pun membandingkan Indonesia dengan negara tetangga seperti Vietnam yang menurutnya jauh lebih ramah terhadap pengusaha.

“Vietnam itu terlalu sangat ramah dengan para pengusaha. Mereka membuka karpet merah buat para pengusaha yang ingin berinvestasi di negaranya,” kata Noel sebagaimana dikutip dari CNBC Indonesia.

Sementara di Indonesia, menurutnya, para investor justru dihadapkan dengan tumpukan izin dan pungutan yang tak berujung. “Di sisi lain kita, investasi, sangat sulit dengan syarat izin-izin. Ujungnya apa? Meres,” tegasnya.

Ia menjelaskan, aksi pemerasan ini sering kali dilakukan dengan kedok ormas dan tokoh masyarakat yang meminta jatah proyek hingga fasilitas dari pelaku usaha. Hal ini justru membuat banyak investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia.

“Ujungnya meres. Dengan menggunakan apa? Menggunakan ormas-ormas, tokoh-tokoh masyarakat, minta jatah ini, minta jatah itu. Akhirnya apa? Investasi kita itu mengurang. Khawatir para investor itu dipalakin,” ungkap Noel.

Ia bahkan mengaku mendapat keluhan langsung dari sejumlah pengusaha yang merasa diperlakukan lebih baik di luar negeri ketimbang di negaranya sendiri.

“Makanya ada beberapa pengusaha yang cerita ke saya. ‘Saya kok di negara lain menjadi raja, dihormatin. Kenapa saya di negara sendiri kok seperti nggak ada artinya? Padahal kami kan ingin berkontribusi untuk negara ini’. Ya itulah gambaran negara kita,” tuturnya.

Noel menilai kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Ia menyerukan agar semua pihak, termasuk pemerintah, berani mengoreksi diri dan menghentikan kebiasaan buruk yang menghambat kemajuan ekonomi nasional.

“Kita harus berani mengkritik itu. Nggak boleh kita biarkan negara ini terlalu ugal-ugalan ya,” pungkasnya.**

Exit mobile version