Calon dari Putra Daerah Masih Menjadi Trend Bagi Pemilih di Pilkada Kota Bekasi

Ilustrasi (Foto: Istimewa)

KOTA BEKASI, Mediakarya – Pemilihan kepala daerah di Kota Bekasi yang dilaksanakan setiap lima tahun, selalu diramaikan dengan kehadiran tokoh lokal atau putra daerah. Hal itu tak lepas dari kultur masyarakat di penyangga Daerah Khusus Jakarta (DKJ) itu yang dinilai masih melekat dengan isu kedaerahan.

Direktur eksekutif Lembaga Kajian Kebijakan Daerah (LK2D) Usman Priyanto menilai lahirnya undang-undang otonomi daerah  menjadi awal kebangkitan para putra putri daerah untuk bertarung dalam kontestasi politik dalam rangka membangun daerahnya agar lebih baik.

“Undang-undang otonomi daerah membawa spirit baru bagi putra daerah untuk maju sebagai kontestan. Sehingga isu primordialisme masih menjadi trend central yang tidak bisa dihindarkan pada setiap pilkada, sebab putra daerah menjadi icon bagi daerahnya,” ujar Usman dalam keterangan tertulisnya yang diterima Mediakarya, Selasa (2/9/2024).

Usman mengungkapkan, meski isu primordialisme sudah tak relevan, namun cara ini dinilai sangat efektif guna mendongkrak suara calon kepala daerah yang berasal dari putra asli daerah.

“Sebab kekerabatan ini sangat mempengaruhi perilaku pemilih sehingga memungkinkan seseorang yang telah menentukan pilihan mampu mengubahnya dengan alasan kedekatan secara primordial,” katanya.

Selain itu, tak dipungkiri pula bahwa pasangan calon kepala daerah khususnya di Kota Bekasi dari masa ke masa selalu diwarnai dengan kehadiran tokoh lokal. Meksi salah satu dari pasangannya merupakan tokoh yang berasal dari luar Bekasi.

Sementara, faktor lain yang mempengaruhi perilaku pemilih setelah primordialisme adalah ideologi, program, transaksional, referensi, ikatan emosional dan pilihan rasional. Meski politik transaksional seringkali hanya berdasarkan atas untung rugi secara ekonomi sehingga mengalahkan pilihan rasional.

“Jika pendidikan politik tidak dilakukan maka perilaku masyarakat ini tidak akan pernah menyentuh pada pemikiran-pemikiran rasional untuk menentukan pilihannya dalam pilkada Kota Bekasi,” katanya.

Oleh karena itu, Usman berpandangan bahwa pilkada Kota Bekasi  bukan hanya pertarungan ideologis, namun yang perlu dicermati lebih jauh adalah adanya sentimen kedaerahan sebagai simbol kepemimpinan di Kota Bekasi.

Berdasarkan pengalaman pada pilkada sebelumnya, pasangan kepala daerah yang menggandeng putra asli daerah selalu berhasil memenangkan ajang kontestasi. “Entah itu mitos atau secara kebetulan, tapi faktanya memang terjadi. Dan berdasarkan survei dari (LK2D, pasca pemekaran dari kabupaten Bekasi, setiap Pilkada Kota Bekasi, yang berhasil memenangkan kontestasi politik adalah pasangan calon yang menggandeng putra asli daerah,” ucapnya.

Sepeti diketahui pilkada Kota Bekasi yang akan digelar pada 27 November mendatang bakal diikuti oleh 3 pasangan calon wali kota dan calon wali kota, yaitu:  Heri Koswara-Solihin (diusung oleh PKS dan PPP sedangkan partai pendukungnya adalah PAN, PSI, Hanura, dan Partai Buruh).

Selanjutnya, Tri Adhianto-Harris Bobihoe (diusung oleh PDIP dan Gerindra,  adapun partai pendukungnya adalah PKB, Demokrat Gelora dan partai non parlemen lainnya). Dan yang terakhir Uu Saeful Mikdar-Nurul Sumarheni (diusung Partai Golkar dan Partai NasDem).

“Dari tiga kontestan calon kepala daerah tersebut,  hanya Heri Koswara, kami nilai sebagai representasi yang mewakili putra asli daerah,” pungkas Usman. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *