DKI  

Rekan Indonesia Pertanyakan Denda Rokok Rp10 Juta Dalam Ranperda KTR

“Regulasi seharusnya mendorong perubahan perilaku melalui pendidikan, bukan menjebak warga dan pedagang dalam risiko finansial yang berat,” ujarnya lagi.

Menurut Agung, ada pula risiko penegakan yang arbitrar. Dengan definisi yang kabur tentang “ruang publik” atau “pemajangan rokok”, aparat bisa menafsirkan sesuka hati.

“Bukan tidak mungkin, praktik pungli akan muncul, dan warga menjadi korban ketidakadilan. Kasus di Yogyakarta memperlihatkan hal ini: perda serupa gagal menegakkan aturan karena penegakan tidak konsisten dan sosialisasi minim,” bebernya.

Tak kalah penting, kata Agung perokok juga perlu opsi. Tanpa ruang merokok yang jelas dan layanan berhenti merokok, denda hanya menjadi jerat tanpa solusi. Banyak kota lain membuktikan: larangan merokok hanya efektif bila disertai ruang merokok khusus, edukasi, dan dukungan bagi perokok yang ingin berhenti. Tanpa itu, kepatuhan rendah, konflik sosial meningkat, dan tujuan kesehatan publik justru tidak tercapai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *