KAB. BEKASI – Ratusan warga Desa Burangkeng menggelar aksi damai di depan halaman Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Bekasi di Kompleks Lippo Cikarang, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (29/7/2025).
Mereka menuntut ATR/BPN Kabupaten Bekasi mempercepat proses relokasi SDN 04 Burangkeng yang terkena dampak proyek Jalan Tol Jakarta-Cikampek Selatan (Japek Selatan) Paket IIA Setu-Sukaragam.
“Sudah sekitar lima bulan proses validasi lahan SDN 04 Burangkeng belum selesai. Hari ini kami melakukan aksi unjuk rasa agar BPN mempercepat proses validasi,” kata Sekretaris Desa Burangkeng Ali Gunawan yang ikut dalam aksi tersebut.
Aksi yang berlangsung damai itu juga diikuti Kepala Desa Burangkeng Nemin bin H. Sain, tokoh masyarakat, para wali murid SDN 04 Burangkeng, dan didampingi organisasi lingkungan hidup Prabu Peduli Lingkungan.
Seusai melaksanakan audiensi dengan pihak BPN Kabupaten Bekasi, Kepala Desa Burangkeng Nemin bin H. Sain mengatakan, pihak BPN menjanjikan validasi lahan dapat diselesaikan pada Kamis (31/7/2025).
“Alhamdulillah, walaupun Kepala BPN baru satu bulan menjabat, sudah bisa memverifikasi data sehingga besok Kamis sudah bisa dilimpahkan ke PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Setelah itu, tugas BPN selesai terkait verifikasi,” kata Nemin.
Meski proses di BPN akan segera rampung, namun proses relokasi SDN 04 Burangkeng masih membutuhkan waktu panjang. “Selanjutnya mengenai lahan pengganti dan proses pembangunan gedung SD yang baru,” terangnya.
Karena itu, Nemin masih mengkhawatirkan kegiatan belajar mengajar (KBM) di SDN 04 Burangkeng. “Kami berencana akan membuat tenda darurat untuk KBM yang lokasinya jauh dari proyek tol Japek 2 sisi selatan,” katanya.
Dia menjelaskan, debu dan kebisingan kendaraan proyek, serta tiang-tiang tol yang berada di samping bangunan sekolah sangat memprihatinkan kondisi pembelajaran.
“Kami khawatir jika ada alat atau percikan material bangunan yang mengenai genteng sekolah dan gentengnya jatuh menimpa murid. Hal ini bisa menimbulkan korban,” ungkap Nemin.
Selain itu, Nemin juga mengkhawatirkan jika proses relokasi berjalan lama akan mempengaruhi nilai ganti rugi yang ditetapkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
“Sudah hampir empat tahun lalu keluarnya penilaian. Kami khawatir karena harga tanah terus naik dan bangunan juga naik, sehingga uang yang sudah dinilai tim appraisal beberapa tahun lalu tidak sesuai dengan harga sekarang,” terangnya.
Dia menambahkan, hal tersebut berpotensi menimbulkan masalah baru. “Bisa jadi luas tanah dan bangunan pengganti berkurang karena uangnya tidak mencukupi. Harga empat tahun lalu kan berbeda dengan hari ini,” pungkas Nemin. (Supri)