M. Syukur dalam keterangannya di Jakarta Senin, mengatakan jika direalisasikan, amendemen konstitusi harus dapat menghadirkan nilai-nilai demokrasi yang lebih substantif dan menjamin terpenuhinya setiap hak asasi yang dimiliki oleh warga negara.
“Dengan kata lain amendemen UUD 1945 bukanlah harga yang murah, oleh karenanya dampak yang diberikannya pun harus sesuai dan memberikan pengaruh positif bagi pelaksanaan kehidupan bernegara yang lebih demokratis,” katanya.
Wacana amendemen ke-5 UUD 1945 kembali menjadi perbincangan seusai Sidang Tahunan MPR pada 16 Agustus 2021.
Pidato Ketua MPR yang menyinggung mengenai PPHN dan agenda perubahan UUD 1945 serta apresiasi yang disampaikan oleh Presiden Jokowi terhadap wacana tersebut tentunya telah menarik perhatian dan pertanyaan semua kalangan.
Terutama menurutnya di kondisi pandemi saat ini yang seakan-akan memosisikan pelaksanaan amendemen cenderung dipaksakan.
“Namun, bila kita melihat syarat pengajuan perubahan yang tercantum dalam Pasal 37 UUD 1945, maka diperlukan 2 syarat untuk dapat diagendakannya perubahan tersebut,” ucap dia.
Syarat pertama adanya pengajuan oleh sepertiga Anggota MPR, serta syarat kedua adanya usulan tertulis terhadap pasal-pasal yang akan diubah beserta alasannya. Jika mengacu pada kedua syarat tersebut serta dengan hitung-hitungan politik yang ada saat ini maka wacana amendemen UUD 1945 sangat mungkin untuk diwujudkan.
“Bila kita melihat sejarah, amendemen UUD 1945 diawali dengan momentum yang sangat masif dan kemudian menghasilkan sebuah konsensus politik yang kemudian berdampak pada pergeseran kekuasaan pembentukan legislasi, pembatasan masa jabatan presiden, serta pergeseran sistem pemerintahan dari yang bersifat sentralisasi ke desentralisasi,” tuturnya.
Perubahan-perubahan tersebut tentunya telah memberikan dampak yang signifikan terhadap pelaksanaan pengelolaan negara saat ini.