BEM Nusantara DKI Jakarta Serahkan Kajian Resmi RKUHAP kepada Kemenkum

Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Menakar Arah Reformasi Hukum Acara Pidana: Suara Mahasiswa untuk RKUHAP”.
  1. Diferensiasi Fungsional Penegak Hukum: Menjaga pemisahan dan keseimbangan kewenangan antar institusi penegak hukum.
  2. Integrated Criminal Justice System (ICJS): Menekankan sinergi dan koordinasi antarlembaga demi efisiensi dan keadilan hukum.
  3. Check and Balances: Menjamin kontrol antarlembaga secara horizontal dan bukan vertikal untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
  4. Due Process Model: Mendorong penguatan prinsip Due Process Model dengan pengaktualisasiannya dalam RKUHAP seperti pengutamaan perlindungan HAM dan presumption of innocence.

Adapu hasil diskusi tersebut, BEM Nusantara DKI Jakarta memberikan sejumlah kritik sekaligus rekomendasi terhadap RKUHAP yang saat ini tengah dibahas di parlemen.

Di antaranya terkait dengan Pasal 23. Mengenai mekanisme tindak lanjut laporan. BEM NUS DKI Jakarta mengkritisi tidak adanya pengawasan eksternal ketika penyidik tidak menindaklanjuti laporan masyarakat.

Oleh karena itu, Piere A.L. Lailossa selaku Koordinator BEM NUS DKI mendorong agar segera dibentuk forum koordinasi antara kejaksaan dan kepolisian. Selain itu memberikan hak pelapor untuk mendapat notifikasi hasil.

Kemudian terkait dengan Pasal 33, mengenai peran advokat dalam penyidikan. BEM NUS DKI mengkritisi bahwa advokat hanya berperan pasif, sehingga melemahkan pengawasan terhadap proses penyidikan.

BEM NUS DKI merekomendasikan agar advokat diberi peran aktif, keberatan wajib dicatat, dan dapat menjadi dasar evaluasi oleh penuntut umum.

Selajutnya, Pasal 149, mengenai gugurnya Praperadilan karena Pelimpahan Perkara. Menurut Pier, Permohonan Praperadilan sering dianggap gugur setelah perkara dilimpahkan, meski sidang pra peradilan belum diputus.

Terkait dengan permasalahan tersebut, BEM NUS DKI Jakarta merekomendasikan agar RKUHAP harus mengatur bahwa pelimpahan perkara tidak menggugurkan praperadilan.

“Sebaliknya, proses pokok perkara harus ditunda hingga praperadilan selesai dengan putusan hukum tetap, untuk menjamin fungsi kontrol atas tindakan aparat penegak hukum,” kata Pier seperti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/7/2025).

Pier menyebut, FGD ini membuktikan bahwa mahasiswa bukan sekadar pengamat, melainkan aktor aktif dalam proses legislasi nasional.

Menurut dia, penyerahan kajian langsung kepada perwakilan Kementerian Hukum RI menunjukkan keseriusan BEM NUS DKI Jakarta dalam memastikan bahwa suara mahasiswa ikut mewarnai arah pembaruan hukum acara pidana di Indonesia.

“Kami serahkan langsung kajian ini kepada pihak Kementerian sebagai bentuk tanggung jawab intelektual dan advokasi mahasiswa terhadap masa depan hukum acara pidana Indonesia,” tegas Piere.

Seperti diketahui, FGD ini juga menghadirkan dua narasumber utama,
Yaitu Dr. Tofik Yanwan Chandra, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, yang memaparkan urgensi reformasi sistem peradilan pidana dari perspektif akademis.

Kemudian, Januarita Puspita Sari, S.H., M.H., Sekretaris Perumus RKUHAP dari Kementerian Hukum RI, yang menjelaskan arah kebijakan dan proses penyusunan RKUHAP secara langsung dari sisi pemerintah. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *