JAKARTA, Mediakarya – Direktur eksekutif Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah menilai, meski DPP PDI Perjuangan telah mengeluarkan Surat Tugas kepada bakal calon Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, namun belum bisa dipastikan ketua DPC PDI Perjuangan itu mendapatkan tiket maju pada kontestasi politik Pilkada Kota Bekasi mendatang.
Menurut Iskandar, pemberian Surat Tugas itu merupakan hak prerogatif DPP PDIP. Namun perlu dicatat bahwa Surat Tugas diberikan kepada bakal calon wali kota hanya sebatas untuk melakukan konsolidasi di internal partai dan membangun koalisi untuk menentukan bakal calon wakil wali kota.
Jika melihat realita di lapangan, internal partai banteng PDIP di Kota Bekasi itu tengah terjadi perpecahan. Di mana ada faksi Mochtar Muhamad dan faksi Tri Adhianto sendiri, keduanya sama-sama memiliki ambisi untuk maju pada Pilkada mendatang. Oleh karenanya posisi Tri belum aman.
“Bagaimana dia (Tri) akan mampu merangkul partai lain sebagai syarat untuk mendaftarkan calon wali kota dan calon wakil wali kota, sedangkan di internalnya saja terjadi perpecahan. Nah, melihat konstelasi yang ada kami melihatnya Tri akan sulit mendapatkan tiket maju di pilkada kota Bekasi. Jika pun mendapat rekomendasi dari DPP namun kami menilai sulit mendapatkan mitra koalisi,” ungkap Iskandar kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/7/2024).
Selanjutnya, Iskandar juga meragukan kemampuan Tri Adhianto dalam melakukan lobi-lobi terhadap partai politik untuk bergabung dalam koalisi bersama PDIP. Bahkan, berdasarkan informasi yang berkembang bahwa sejumlah ketua parpol ogah bergabung bersama Tri Adhianto.
Terlebih, kata Iskandar, Tri dikenal sebagai politisi kutu loncat. Dengan mudahnya berpindah partai semudah pindah kontrakan. Politisi seperti itu lanjut dia, dapat membahayakan partai. Sebab tidak memiliki ideologi partai yang jelas.
“Seperti PAN, partai ini tentunya tidak akan mau jika bergabung dengan Tri Adhianto. Sebab merasa dikhianati. Kemudian partai Demokrat pun tentu mengalami hal yang sama. Dan yang fatal lagi Tri Adhianto itu memiliki sejarah kelam dengan Golkar. Masyarakat Kota Bekasi tentu tahu bagaimana Rahmat Effendi dapat terjerat kasus hukum. Banyak asumsi yang berkembang bahwa hal itu tak lepas ada konflik kepentingan antara wali kota dan wakil wali kota pada saat itu,” ungkap Iskandar.
Sementara, jika Tri menggandeng Gerindra, partai besutan Prabowo Subianto ini tentu lebih memilih untuk bergabung dengan koalisi yang terbangun di tingkat pusat yakni Koalisi Indonesia Maju yang di dalamnya terdiri dari Golkar, Gerindra, Nasdem, PAN, PSI dan Demokrat.