Framing Jahat Xpose Uncensored Trans7, Kebebasan Pers Kehilangan Adab dan Kebenaran Menjadi Korban Rating

  1. Menyajikan berita akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk (Pasal 1);
  2. Melakukan verifikasi dan klarifikasi terhadap sumber (Pasal 3);
  3. Menghindari fitnah, diskriminasi, serta prasangka (Pasal 8).

Sayangnya, tayangan tersebut memperlihatkan pelanggaran serius terhadap ketiga prinsip di atas.

Tidak ditemukan bukti klarifikasi dari pihak KH. Anwar Manshur atau perwakilan Pondok Lirboyo. Narasi disajikan dengan nada menghakimi, tanpa verifikasi faktual yang memadai. Hal tersebut menunjukkan adanya bias redaksional yang disengaja, bukan kesalahan teknis.

Dalam terminologi etika media, tindakan demikian termasuk _framing with malice intent_ (penyajian berita dengan niat buruk) untuk menggiring opini publik.

Melecehkan Ulama, Merusak Tatanan Sosial Pondok Pesantren

Pondok Pesantren seperti Lirboyo bukan sekadar lembaga pendidikan agama, melainkan pilar kebudayaan Islam Nusantara yang melahirkan ulama, guru bangsa, dan penjaga moral publik.

Serangan terhadap pengasuh pondok pesantren berarti serangan terhadap kultur keilmuan, spiritualitas, dan kohesi sosial umat Islam. Framing negatif terhadap ulama menimbulkan disinformasi dan polarisasi sosial. Ia berpotensi mengikis kepercayaan umat terhadap institusi keagamaan dan melahirkan sikap sinis terhadap tradisi Islam tradisional yang selama ini menjadi penopang moderasi beragama di Indonesia.

Kebebasan Pers Tidak Boleh Kehilangan Adab

Kebebasan pers adalah hak konstitusional, tetapi kebebasan tanpa etika hanya akan melahirkan kekacauan informasi. Media yang kehilangan adab akan berubah dari penyalur kebenaran menjadi penyebar kebencian.

Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 jelas memberi hak jawab kepada pihak yang dirugikan, dan publik juga berhak untuk menuntut akuntabilitas media.

Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) perlu segera menindaklanjuti atas kasus tayangan Xpose Uncensored Trans7, edisi 13 Oktober 2025, dengan malakukan investigasi etik dan pemanggilan kepada redaksi Trans7, sebagai bentuk pengawasan dan pertanggungjawaban terhadap media yang telah melakukan tindakan dan perbuatan melanggar Etika Jurnalistik.

Menegakkan Marwah Ulama dan Moral Publik

KH. Anwar Manshur adalah sosok alim, bijak, dan rendah hati. Beliau telah mengabdikan hidupnya untuk mendidik santri, membangun bangsa, dan menjaga ukhuwah Islamiyah. Melecehkan beliau berarti mencederai nilai-nilai keilmuan dan keadaban bangsa.

Media seharusnya menjadi jembatan pemahaman, bukan alat penghancur reputasi. Dalam masyarakat beradab, ulama adalah sumber hikmah, bukan bahan sensasi. Kebebasan pers tanpa tanggung jawab adalah bentuk lain dari penyimpangan moral.

“Kebenaran adalah cahaya, dan etika adalah cahayanya kebenaran. Ketika media kehilangan keduanya, bangsa akan hidup dalam kegelapan informasi.”

Penulis adalah Aktivis, Kader NU, pemerhati kebijakan publik, pendidikan, dan kebudayaan digital. Aktif menulis isu-isu politik, sosial, kepemimpinan, dan budaya di berbagai media nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *