JAKARTA, Mediakarya – Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid menyayangkan adanya pengaitan yang mengatakan bahwa bahasa arab sebagai cara penyebaran radikalisme, sebagaimana pernah dinyatakan mantan menteri agama Fahrurazi.
Wakil Ketua MPR RI itu juga mengoreksi pandangan yang menyatakan, bahasa Arab merupakan sarana penyebaran terorisme sebagaimana dinukil dari pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati. Sebaliknya, dia justru mengingatkan, ungkapan serapan yang berasal dari Bahasa Arab banyak disebut dalam Pancasila.
“Itu membuktikan bahwa Bahasa Arab (kemahiran maupun memperbanyak penyebutannya) tidak terkait dengan radikalisme maupun terorisme. Memang sudah ada klarifikasi, tetapi tidak memadai karena stigma dan tuduhan atau salah amatan itu tidak dikoreksi atau dicabut. Padahal kesalahan penilaiaannya teramat nyata,” tegasnya melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (12/9/2021).
HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mengingatkan, seandainya benar amatan itu, apa mungkin Indonesia yang memerangi terorisme dan radikalisme akan mengajari Anak-anak Sekolah dan warga umumnya untuk menghafalkan dan mengamalkan Pancasila. Bukankah Pancasila banyak memakai kosakata dalam Bahasa Arab, sementara Pancasila tetap menjadi dasar dan ideologi negara Republik Indonesia.
“Bukankah dalam Pancasila kata “Adil” tetap ada dalam sila kedua dan kelima. Lalu kata “rakyat” tetap ada pada sila keempat dan kelima, adab pada sila kedua, serta hikmat, musyawarah, dan wakil pada sila keempat. Padahal semua itu serapan dari bahasa Arab?!” ujarnya.
Menurut HNW, terorisme dan radikalisme pasti bertentangan dengan demokrasi yang simbolnya ada di Parlemen. Sementara parlemen di Indonesia yaitu MPR, DPR dan DPD, masih tetap mempergunakan istilah dasar yang kesemuanya serapan dari bahasa Arab. Yaitu, Majlis, Musyawarat, Dewan, Wakil, Rakyat, serta Daerah. Bukankah itu semua berasal dari bahasa Arab?!