Berangkat melalui jalur laut di pantai selatan Pulau Jawa, Berlabuh di Cilauteureun, selanjutnya berjalan kaki menyusuri sungai Cikaso ke arah hulu, hingga sampai di sebuah penyeberangan (Sunda Peupeuntasan). Di situlah Embah Emas melakukan babat alas (membuka wilayah) menghabiskan sisa hidupnya.
Embah Karangbolong
Saudara laki-laki yang pertama Embah Emas bernama Raden Mas Martanagara. Ia menetap di kampung Karadenan (sekarang bernama Cibitung). Setelah meninggal kemudian dimakamkan di Karangbolong (hutan lindung Jati/leuweung tutupan Jati). Makanya ia dikenal dengan nama Embah Karangbolong.
Alkisah, Raden Mas Martanagara terkepung dua kekuatan pasukan Mataram pimpinan Ki Mas Santanu dan pasukan Kompeni pimpinan Brojonoto. Awalnya Embah Karangbolong bertarung dengan Ki Mas Santanu. Kedua belah pihak saling menyerang dan saling bertahan. Segala kemampuan dan peralatan yang ada dikerahkan, sehingga pertempuran pun semakin seru dan menegangkan. Korban mulai berjatuhan baik dari pihak Mataram maupun dari pihak Rd. Mas Martanagara.
Dalam keadaan pertarungan sedang sengit, datang pula rombongan utusan Kompeni yang dipimpin Brojonoto. Mereka langsung melarutkan diri dalam pertarungan tersebut, sehingga kekuatan menjadi tidak seimbang. Pasukan Mataram merasa ada bantuan dan kekuatan dengan kedatangan rombongan Brojonoto.
Melihat kedatangan Brojonoto bersama pasukannya yang langsung menyerang, membuat Embah Karangbolong menjadi kaget. Singkat cerita, Embah Karangbolong membuat siasat untuk mundur secara teratur dan membawa lari pasukannnya ke arah selatan, untuk menghindari musuhnya agar tidak mendekati induk pasukan yang berada di perkampungan baru yaitu di Karadenan–Cibitung.
Embah Karangbolong mencoba memancing musuh agar mengejarnya dan sampailah ke suatu tempat yang disebut Cilame. Di tempat inilah kedua belah pihak bertarung habis-habisan. Akibatnya, Brojonoto merasa kelelahan sehingga mengalami kekalahan. Seluruh tubuhnya bersimbah darah karena terkena pedang Embah Karangbolong
Melihat kematian Brojonoto, Ki Mas Santanu memilih untuk mundur dan melepaskan Embah Karangbolong.
Eyang Cigangsa
Yang ketiga adalah Embah Cigangsa alias Eyang Santri Dalem. Nama aslinya adalah Raden Surianatamanggala dan ia adik dari Embah Emas. Dalam pelariannya bersama sang kakak, Raden Surianatamanggala memilih menetap di Cigangsa (Surade) hingga akhir hayatnya.