JAKARTA, Mediakarya – Pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai pasca pelantikan Presiden Prabowo Subianto, pada 20 Oktober mendatang, konstelasi politik khususnya di internal Partai Golkar akan berubah.
“Jika kemarin setia karena Jokowi masih menjadi presiden. Tapi setelah 20 Oktober jam 10 ketika Pak Prabowo sudah dilantik saya rasa akan berbalik arah,” ujar Ujang Komarudin seperti dilansir dari akun https://www.tiktok.com/t/ZS2fYg6q5/, sebagaimana dikutip oleh Mediakarya.id, Sabtu (7/9/2024).
Ujang mengungkapkan, berdasarkan sejarah pergantian pucuk kepemimpinan di tubuh Golkar, untuk menjadi Ketum partai berlambang pohon beringin itu harus melalui beberapa syarat. Yang pertama harus punya posisi (jabatan) strategis, baik itu jabatan menteri maupun DPR.
“Maka siapapun yang menjabat sebagai ketum golkar, pertama harus menduduki jabatan strategis. Seperti sekarang Bahlil menteri, dan Airlangga juga menjabat sebagai menteri dan ketum sebelumnya Novanto sebagai ketua DPR RI. Nah yang kedua paling harus ada izin dan restu dari presiden yang sedang berkuasa,” kata Ujang.
Jadi, kata Ujang, siapapun yang menjadi ketua umum Golkar, maka harus bersinergi dengan presiden (pemerintah).
“Makanya, mohon maaf, dengan mudahnya golkar dikudeta jika ada keinginan dari kekuasaan. Oleh karenanya dalam kudeta golkar kemarin tidak ada yang melawan. Karena golkar sahamnya pemerintah,” ungkap Ujang.
Ujang pun meyakini, begitu Jokowi sudah selesai dan mengakhiri masa jabatannya maka Ketum Golkar terpilih bakal balik badan dari Jokowi dan memilih kerja sama dengan pemerintahan yang baru.
“Saya meyakini jika Jokowi sudah selesai dan tidak punya jabatan maka Bahlil bakal lebih memilih bekerjasama dengan Pak Prabowo,” ucapnya.