Diantaranya, masyarakat lebih memilih mendapatkan uang tunai untuk membeli pulsa. Persoalan itu muncul karena adanya problem kemiskinan mental.
“Terkadang masyarakat tidak bisa memprioritaskan mana kebutuhan dasar mana kebutuhan primer mana kebutuhan skunder. Jadi kemiskinan mental itu menyebabkan orang menafikkan kebutuhan primer lalu memilih kebutuhan tersier,” tutur Yudi.
Demikian pula ketika ada kebijakan BPNT, banyak oknum agen maupun penyalur yang menaikan harga sesuka hatinya demi keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Problem selanjutnya adalah, bangsa ini tergolong high politik. Sehingga setiap kebijakan apapun itu dikaitkan dengan keputusan politik agar penguasa atau pemenang pemilu mendapatkan dukungan kembali.
“Jadi apapun bentuk sumbangannya motifnya adalah politik bukan bagaimana menyelesaikan cita-cita konstitusi ataupun mengentaskan kemisiinan,” kata Yudi.
Dikatakannya, politisasi kebijakan publik yang terjadi saat ini sudah luar biasa. Sehingga seringkali disalahgunakan untuk melakukan pencitraan partai politik tertentu.
Sementara pada waktu yang bersamaan dipakai untuk memperkaya seseorang. Dimana orang tersebut ingin mempertahankan kekuasaan atau mencalonkan diri sebagai penguasa publik.
“Problem selanjutnya adalah kita semua baik itu yang berada di struktur pemerintahan maupun masyarakat sering kali menganggap sesuatu yang bersifat given (pemberian) tidak memerlukan pertanggungjawaban. Jadi masayarakat berfikir karena itu pemberian tidak perlu dilaporkan atau ada pertanggungjawaban,” kata Yudi.