JAKARTA, Mediakarya – Center for Public Policy Studies Indonesia (CPPSI) mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bekasi untuk menindak tegas calon keplaa daerah yang berkampanye di tempat ibadah.
Hal tersebut dikatakan analis politik CPPSI Agus Wahid menanggapi beredarnya foto calon Wali Kota Bekas nomor urut 3 Tri Adhianto tengah berpose bersama sejumlah jamaah yang diduga dilakukan di dalam masjid sembari menunjukkan salam tiga jari.
“Apapun alasannya, berkampanye di tempat ibadah itu dilarang. Untuk itu, seyogyanya semua pasangan calon (paslon), tim kampanye, serta relawan untuk mematuhi aturan kampanye yang berlaku,” kata Agus kepada wartawan, Sabtu (12/10/2024).
Jika ada paslon yang melakukan pelanggaran tersebut, kata Agus, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 72 ayat (2), maka sanksi yang bisa diberikan berupa peringatan tertulis hingga penghentian kegiatan kampanye.
“Bahkan, menurut Pasal 187 ayat (3), pelanggaran ini dapat berujung pada sanksi pidana. Pelaku yang terbukti melakukan kampanye di tempat terlarang bisa dijatuhi hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama enam bulan, serta denda antara Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta,” kata Agus.
Ia berharap langkah-langkah preventif ini dapat menjaga integritas pemilu dan mendorong pelaksanaan kampanye yang sesuai aturan, demi terciptanya proses demokrasi yang sehat di Kota Bekasi.
Sebelumnya, calon Wali Kota Bekasi Tri Adhianto kedapatan berfoto di dalam Masjid dengan berpose tiga jari. Diketahui bahwa pose tersebut identik dengan nomor urut 3 sebagai salah satu kontestan di Pilkada Kota Bekasi.
Peristiwa tersebut terjadi di Masjid At Taqwa, Kecamatan Rawalumbu. Yang mana peristiwa itu terjadi pada hari Minggu, (29/9/2024).
Terkait dengan adanya dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh Tri Adhianto tersebut, ketua Relawan Herkos Voters Dimas Sangaji mengaku bahwa pihaknya segera melaporkan ke Bawaslu Kota Bekasi.
“Kami dalam waktu dekat segera membuat laporan atas dugaan pelanggaran kampanye. Saat ini kami sedang persiapkan seluruh bukti pendukung berikut saksi-saksi,” kata dia, ungkap Dimas.
Diketahui, bahwa sebelumnya anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum meminta peserta pemilu untuk tidak menjadikan rumah ibadah sebagai tempat melakukan aktifitas kampanye.
Anggota Bawaslu RI Puadi meminta masyarakat untuk melaporkan kepada Bawaslu apabila mendapat informasi terkait kampanye di rumah ibadah.
“Sudah jelas, UU Pemilu melarang kampanye di rumah ibadah. Jadi kalau masyarakat ada yang lihat (kampanye di rumah ibadah), silakan laporkan kepada Bawaslu!” kata Puadi belum lama ini.
Menurutnya selain aturan larangan kampanye di rumah ibadah sudah jelas diatur dalam regulasi, tempat ibadah sering dianggap sebagai lingkungan yang seharusnya netral dan bebas dari pengaruh politik.
“Fokus utama rumah ibadah adalah memfasilitasi ibadah dan aktivitas keagamaan saja,” tegasnya.
Dia berharap agar rumah ibadah dapat digunakan sebagai tempat untuk menyampaikan informasi dan edukasi kepemiluan kepada jamaah terutama mengantisipasi bahaya post-truth politic, yakni bahaya hoaks dengan menggunakan isu SARA, juga bahaya politik identitas yang berbasis pada agama.
“Singkatnya rumah ibadah dapat menjadi energi perubahan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan. Juga bisa mengingatkan akan bahaya terhadap money politik, dan prilaku jahat, tercela dan merusak masa depan bangsa,” harapnya.**