Nasib Pilu Istri Pemulung di TPST Bantargebang Tak Mampu Berobat

Ketua KPBS Narpan Apong sedang menjenguk Rina, Istri salah satu Pemulung di TPST Bantargebang yang sedang sakit.

BEKASI, Mediakarya – Nasib pilu menimpa Rina Yulianti (24), istri seorang pemulung di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi. Perempuan asal Pacitan, Jawa Timur, ini menderita infeksi parah hingga kedua kakinya membengkak.

“Sudah seminggu lebih, dia hanya bisa duduk dan terbaring lemah karena kedua kakinya bengkak. Saya sangat khawatir dengan kondisi istri saya,” ujar Cariwan, suami Rina, saat ditemui di kediamannya di Kampung Ciketing Sumurbatu, RT 04/RW 03, Kelurahan Sumurbatu, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Kamis (28/11/2024).

Sebagai seorang pemulung, Cariwan hanya mampu meraup penghasilan maksimal sekitar Rp100.000 per hari. Uang tersebut harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, termasuk dua anaknya. Belum lagi, dia harus membayar sewa gubuk sebesar Rp200.000 per bulan.

“Dengan penghasilan yang pas-pasan, saya sangat kesulitan untuk membiayai pengobatan istri saya,” ungkap Cariwan dengan nada sedih.

Kondisi Rina yang semakin memburuk membuat Ketua Komunitas Pemulung Bantargebang Sejahtera (KPBS), Narpan Apong, prihatin. Dia berusaha mencarikan solusi agar Rina bisa mendapatkan perawatan medis yang layak.

“Kami sedang berupaya mengurus administrasi agar Rina bisa mendapatkan perawatan di rumah sakit dengan biaya pemerintah. Namun, ada kendala karena KTP mereka sempat terbakar dalam kebakaran besar di permukiman pemulung tahun lalu,” terang Apong.

Selain itu, pernikahan Rina dan Cariwan hanya dilakukan secara siri, sehingga sulit untuk menghubungi keluarga perempuan. “Ini adalah masalah klasik yang sering kami hadapi di komunitas pemulung,” tambah Apong.

Dia berharap ada donatur yang bersedia membantu meringankan beban Rina dan keluarganya. “Infeksi yang diderita Rina sudah cukup parah. Selain bengkak, ia juga sempat mengalami sesak napas,” ungkapnya.

Derita Rina, lanjut Apong, mengingatkan akan pentingnya perhatian terhadap kesehatan dan kesejahteraan para pemulung yang setiap hari berjibaku dengan tumpukan sampah. “Mereka adalah pelopor 3R ( Reduce, Reuse, Recycle) pengurangan sampah, namun seringkali hidup dalam kondisi yang memprihatinkan,” tutupnya. (Rido)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *