Pelaku Pemagaran Laut Belum Juga Diketahui, Negara Dituding Kalah Oleh Oligarki

Pemagaran Laut di Tangerang yang diduga dilakukan oleh "mahluk Siluman" (Foto: Ist)

JAKARTA, Mediakarya – Kasus  pemagaran laut yang membentang sepanjang 30,16 KM di pesisir Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, terus menjadi sorotan publik.

Pasalnya, hingga saat ini pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum belum juga mengumumkan siapa pelaku atau pihak yang bertanggungjawab di balik pemagaran laut di wilayah barat Jakarta tersebut.

Sementara itu, pejabat yang berwenang dalam pemberian rekomendasi, perizinan dan pengawasan pengelolaan dan penggunaan kawasan laut juga tidak mengetahui siapa aktor pemasangan pagar laut misterius tersebut.

Sebelumnya, pada Kamis (9/1/2025), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyegel pagar laut tersebut. Terhitung sejak penyegelan, KKP memberi waktu bagi pihak yang bertanggung jawab untuk membongkar pagar laut secara pribadi.

Namun hingga saat ini belum diketahui secara pasti, siapa pemilik maupun pihak yang bertanggung jawab atas pagar laut di perairan Tangerang itu. Meski demikian, ada tiga pihak yang diduga ikut bertanggung jawab atas proyek tersebut.

Berikut berdasarkan informasi warga sekitar:

1. Selebriti yang sedang booming

Seorang nelayan di Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, mengungkapkan dalang di balik pembangunan pagar laut adalah seorang selebriti.

Nelayan bernama Heru itu menyebut sosok selebriti yang dimaksud sangat terkenal. Meski demikian, ia enggan membeberkan secara pasti, siapa selebriti yang dimaksud. Namun, Heru memastikan nelayan di wilayah Kronjo, mengetahui siapa selebriti tersebut.

“Wah, semua juga tahu. Anak kecil juga tahu dalangnya. Siapa lagi kalau bukan selebriti yang sekarang lagi booming.
Kalau disebutin satu per satu, takutnya banyak A, B, C, D-nya. Yang jelas semua orang pasti tahu,” ungkap Heru, dikutip dari Tribunnews Rabu (15/1/2025).

Lebih lanjut, Heru mengaku tak ada sosialisasi dari pihak terkait soal pembangunan pagar laut. Karena itu, ia dan rekan-rekan sesama nelayan lantas menanyakan kepada pekerja, mengenai proyek tersebut.

“(Harusnya) koordinasi dulu, sosialisasi dulu ke warga sekitar. ‘Kan ada masyarakatnya di sini. Gimana nih masyarakat, kita mau bikin pagar,” kata dia.

Heru pun berharap pemerintah bisa segera membongkar pagar laut itu, sebab mengganggu aktivitas para nelayan. Menurut dia, sudah ada pihak dari KKP yang turun ke lapangan untuk melakukan sidak, tapi hingga kini belum ada tindak lanjut.

Ia juga secara tegas mengingatkan aparat penegak hukum (APH) agar tidak kalah dari pihak swasta dalam kasus ini.

“Harapan saya sih simpel, cabut lagi seperti semula. Ngapain ditunda-tunda kelamaan, 20 hari lagi ditunda, nanti masuk angin lagi enggak jadi lagi.”

“Kegiatan itu bukan 1-2 bulan, 5 bulan mah udah ada. Bukannya enggak tahu, saya pernah dari awal dia survei ke sini, pernah sidak, tapi kok enggak ada tindak lanjutnya,” beber Heru.

“Yang masang siapa, dia yang (harus) cabut. Jangan sampai ngebebanin masyarakat, apalagi sampai TNI-Polri yang nyabut, malu-maluin. Kalah berarti sama perusahaan swasta, negara kalah sama perusahaan swasta,” pungkasnya.

2. Bos PIK 2

Berbeda dari Heru, nelayan asal Desa Krojo/Kecamatan Krojo lainnya, Kholid, menyebut nama Aguan alias Sugianto Kusuma sebagai dalang di balik pembangunan pagar laut.

Sebagai informasi, Aguan adalah pendiri PT Agung Sedayu Group selaku pengembang proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2).

“(Saat) ramai berita tentang masyarakat pantura swadaya memasang pagar laut itu, ketika muncul (pemberitaan), ada pelaku pemagaran anak buahnya Aguan, (yaitu) Ali Hanafiah dan Engcun,” ujar Kholid dalam wawancara bersama tvOneNews, Senin (13/1/2025).

Terkait hal itu, kuasa hukum PSN PIK 2, Muannas Alaidid, telah membantahnya. Ia menegaskan PSN PIK 2 tidak melakukan pembangunan pagar laut.

Muannas juga memastikan pembangunan pagar laut itu tidak termasuk lokasi PSN maupun PIK 2.

“Bukan pengembang yang pasang, ngapain urusin beginian (pagar laut)” Tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang, karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2,” katanya.

Hal serupa juga telah disampaikan oleh Manajemen Pengelola PIK 2, Toni.
Menurut dia tudingan mengenai pagar laut muncul sebab minimnya edukasi mengenai PSN PIK 2.

Ia menyebut ada kesalahpahaman informasi mengenai PSN PIK 2. Di mana, ujar Toni, publik memahami PIK 2 keseluruhannya merupakan PSN.

“Saya pikir mungkin kurangnya pengetahuan, kurangnya edukasi ke beberapa teman-teman yang sedikit berbeda ini. Bahwa memang PSN ini dianggap seluruh PIK 2 itu PSN. Ternyata itu kan tidak,” ujar dia.

Toni lantas menjelaskan, hanya sebagian kecil dari kawasan yang ada di PIK 2 yang ada di Tangerang Utara sebagai PSN.

“Mungkin mereka memahaminya semua PIK 2 PSN sehingga menjadi polemik. Seharusnya tidak ada masalah,” kata Toni..

3. Pemagaran Laut Oleh Masyarakat Setempat

Sementara itu, Jaringan Rakyat Pantura (JRP) di Kabupaten Tangerang menyebut pagar laut itu dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat.

Pagar laut itu sengaja dibangun untuk tiga tujuan, salah satunya mencegah abrasi. “Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat.”

“Ini dilakukan untuk mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman,” jelas Koordinator JRP, Sandi Martapraja, Sabtu (11/1/2025), dilansir Kompas.com.

Tujuan kedua, lanjut Sandi, adalah untuk mitigasi bencana tsunami.

“(Untuk) mitigasi ancaman tsunami, meski tidak bisa sepenuhnya menahan,” imbuh dia.

Lalu, tujuan terakhir, area di sekitar pagar laut bisa dimanfaatkan sebagai tambak ikan, apabila kondisinya bagus.

Sandi lantas menegaskan, pagar laut itu memang sengaja dibangun masyarakat setempat untuk mencegah ancaman kerusakan lingkungan.

“Tambak ikan di dekat tanggul juga dapat dikelola secara berkelanjutan untuk menjaga ekosistem tetap seimbang.”

“Tanggul-tanggul ini dibangun oleh inisiatif masyarakat setempat yang peduli terhadap ancaman kerusakan lingkungan,” jelas Sandi.

Mengenai pernyataan JRP itu, Kholid membantah. Ia menilai pengakuan tersebut tak masuk akal.

Sebab, biaya pembangunan pagar laut sepanjang 30 kilometer itu dipastikan tak sedikit.

“Itu nggak masuk akal. Itung aja, pemasangan bambu berapa kilo(meter), 30 kilometer lebih. Satu batang (bambu) tiga juta, dikali 15.000 (buah), udah berapa?” ucap Kholid.

“Belum biaya angkutnya, belum biaya pasangnya. Itu nggak rasional,” imbuh dia.

Kholid lantas menyebut pernyataan pagar laut dibuat secara swadaya oleh masyarakat ibarat maling sedang tertangkap basah.

Ia menegaskan pernyataan pihak yang mengaku pagar laut dibuat secara swadaya adalah bohong.

“Itu mah kalau saya bilang, logika maling yang ketangkep basah! Nggak ada itu (swadaya), bohong,” tegas Kholid.

“Saya berani dihadapkan dengan orang-orang yang mengaku itu hasil swadaya,” tegas dia.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *