Menurutnya, polemik RS Medistra yang dituduh melarang pegawai menggunakan hijab di lingkungan kerja sangat mustahil. Karena, tentu berdampak pada pelayanan RS tersebut.
“Ya enggak ada Rumah Sakit menggunakan kebijakan seperti itu (larangan menggunakan hijab), tidak mungkin. Di Jakarta enggak ada Rumah Sakit yang melarang menggunakan hijab atau simbol-simbol,” ungkap dia.
“Jadi kalau Rumah Sakit kan tempat pelayanan umum, jadi masyarakat atau siapapun dapat mengakses,” bebernya.
Lebih lanjut, Trubus menuturkan, Rumah Sakit yang notabene memberikan pelayanan untuk warga yang membutuhkan tidak perlu membawa unsur agama. Semua warga berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik tanpa membedakan suku, ras maupun agamanya.
“Rumah Sakit kan tempat pelayanan umum, pelayanan publik. Jadi semua harus sama,” pungkasnya.
Di Tempat terpisah, Pengamat Kebijakan Publik dari Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul menilai, polemik larangan berhijab calon karyawan RS Medistra merupakan hal sepele untuk mencari sensasi semata. Padahal, katanya, polemik itu bisa dituntaskan dengan duduk bersama antara calon karyawan dan manajemen terkait.
“Nah sekarang menjadi ramai itu karena sekarang orang lebih senang melakukan publisitas, alias no viral no justice menggelembungkan opini keluar apalagi jilbab ini kan kalau sudah digelembungkan di luar bisa menjadi perhatian publik. Padahal esensinya sepele, duduk bersama saya kira selesai,” kata Adib.