JAKARTA, Mediakarya – Dugaan penyimpangan dalam penggunaan batu bara berkalori rendah di lingkungan PT PLN (Persero) kembali mencuat ke publik. Ketua Padepokan Hukum Indonesia, Mus Gaber, dan Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menyelidiki praktik yang diduga merugikan negara sekaligus membahayakan kesehatan masyarakat.
Mus Gaber mengungkapkan, hasil riset terbaru dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) tahun 2023 menemukan bahwa emisi dari PLTU Suralaya menyebabkan sekitar 1.470 kematian per tahun, dengan kerugian kesehatan mencapai Rp14,2 triliun.
“Tingginya angka kematian dan kerugian ekonomi tersebut diduga kuat akibat penggunaan batu bara dengan kadar kalori rendah, di bawah standar yang ditetapkan. Ini bisa menjadi indikasi adanya penyimpangan dalam pengadaan dan penggunaan batu bara di PLN,” tegas Mus Gaber, Rabu (7/10/2025).
Ia menduga kualitas batu bara yang digunakan di PLTU Suralaya tidak sesuai spesifikasi, sehingga menyebabkan pembakaran tidak efisien dan emisi berbahaya meningkat. “Kondisi ini berkontribusi besar terhadap memburuknya polusi udara dan gangguan kesehatan masyarakat di sekitar kawasan PLTU,” lanjutnya.
Senada dengan Mus Gaber, Uchok Sky Khadafi dari CBA menilai bahwa praktik penggunaan batu bara berkalori rendah di PLN bukan hal baru. Ia mencontohkan kasus yang pernah diungkap dalam sidang korupsi pengadaan bahan bakar batu bara untuk PT PLN (Persero) di Pengadilan Tipikor Palangka Raya pada tahun 2024.
“Dalam perjanjian jual beli batu bara untuk penanganan keadaan darurat antara PLN dengan PT Borneo Inter Global (PT BIG), ditemukan bahwa batu bara yang dikirim tidak sesuai spesifikasi,” ungkap Uchok.
Berdasarkan dokumen Certificate of Analysis (CoA) yang diterbitkan oleh PT IBIS, batu bara yang dikirim PT BIG ke PLTU Rembang tahap pertama memiliki kalori hanya 3.660 Kcal/Kg, sementara tahap kedua bahkan lebih rendah, hanya 2.992 Kcal/Kg. Padahal, menurut ketetapan Menteri ESDM, standar minimal adalah 4.200 Kcal/Kg.
“Ini bukti bahwa PLN pernah menerima batu bara dengan kualitas jauh di bawah standar. Jika ini terjadi secara sistematis di banyak PLTU, maka negara berpotensi dirugikan triliunan rupiah dan masyarakat menjadi korban polusi,” ujar Uchok.
Oleh karena itu, CBA mendesak Kejagung untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap seluruh kontrak pembelian batu bara oleh PLN, termasuk verifikasi kualitas dan kuantitas batu bara yang digunakan di berbagai PLTU.
“Langkah pertama, Kejagung harus memanggil perusahaan-perusahaan pemasok batu bara ke PLN. Setelah itu, panggil juga Dirut PLN, Darmawan Prasodjo, jajaran direksi, serta para komisaris untuk dimintai keterangan,” tegas Uchok.
Ia menambahkan, penyelidikan ini penting untuk memastikan bahwa setiap rupiah uang negara dan kesehatan publik tidak dikorbankan demi kepentingan korporasi. “Kejagung harus turun tangan agar tidak ada lagi praktik permainan kalori batu bara yang berujung pada korupsi dan kematian rakyat,” pungkas Uchok Sky Khadafi.