JAKARTA, Mediakarya – Lembaga survei ETOS Indonesia Institute merilis hasil survei terbarunya terkait dengan elektabilitas tiga calon pasangan calon kepala daerah Kota Bekasi yang akan bertarung pada Pilkada mendatang.
Survei dengan menggunakan responden 1200 dengan margin eror 2,37% dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan metode random secara acak ke semua kecamatan di wilayah Kota Bekasi. Survei dilakukan pada 10 – 20 Oktober 2024.
Hasilnya, pasangan Herkos-Sholihin menempati posisi puncak yaitu 47,6%, kemudian tempat kedua Tri Adhianto-Harris Bobihoe 26,3% dan terakhir Uu Saeful Miqdar- Nurul Sumarheni 15,1% dan 11% menyatakan tidak menggunakan pilihannya alias abstain,.
Direktur eksekutif Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah mengungkapkan, mengingat waktu yang semakin lama semakin sempit maka dipastikan presentase Herkos – Sholihin tak akan terganggu dan bisa dipastikan pasangan ini mempunyai peluang besar untuk memenangkan Pilkada Kota Bekasi.
Iskandar menilai, tingginya prosentase pasangan Herkos-Solihin dikarenakan konsolidasi dan sosialisasi yang yang dilakukan paslon nomor urut 1 tersebut selama ini sangat masif. Selain itu, track record maupun rekam jejak keduanya pun dinilai bagus jika dibandingkan dengan paslon lainnya.
Bagaimana dengan incumbent?,
Iskandar mengatakan incumbent (Tri Adhianto), secara popularitas memang tinggi, namun elektabilitasnya sangat diragukan. Mengingat kasus-kasus hukum tengah menunggunya, baik itu di KPK maupun di Kejaksaan Agung.
Kendati demikian kata Iskandar, keputusan itu dikembalikan kepada masyarakat Kota Bekasi. Apakah masyarakat akan memilih pemimpin yang mimin resistensi hukum atau justru sebaliknya Kota Bekasi kembali menyumbangkan tersangka korupsi ke KPK.
“Saya rasa cukup sudah 2 walikota lalu disumbangkan Kota Bekasi kepada KPK,” kata Iskandar dalam keterangannya, Senin (28/10/2024).
Lebih lanjut, saat ini masyarakat membutuhkan pemimpin yang visioner dan berintegritas serta memiliki portofolio yang baik guna membangun Kota Bekasi ke depan menjadi kota mandiri, sebagai kota penyanggah Jakarta (Ibu Kota Negara)
Iskandar juga mengingatkan, jangan sampai masyarakat memilih calon pemimpin yang memiliki sandera hukum. Oleh karena itu, ia mengajak publik bisa belajar dari pengalaman sejumlah ketum partai pada kontestasi Pilpres lalu.
“Mereka tidak bisa berbuat banyak dan dan “dipaksa” masuk dalam koalisi gemuk lantaran dugaan sejumlah kasus korupsi yang bakal menjerat sejumlah ketum partai tersebut. Oleh karena itu kami mengingatkan agar kejadian serupa menimpa Kota Bekasi, yaitu memilih calon wali kota yang memiliki sandera hukum,” tegasnya.
“Yang pastinya pemimpin Kota Bekasi harus benar-benar memiliki catatan baik, termasuk tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi,” imbuh Iskandar.**