Pengamat: RK Tengah Merasakan Betapa Kerasnya Pilkada Jakarta

Sejumlah warga yang menolak kedatangan Ridwan Kamil. (Foto: Ist)

JAKARTA, Mediakarya – Calon gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ)  Ridwan Kamil (RK) sepertinya tidak menyangka jika dirinya tidak mendapat respon positif dari masyarakat atas keputusannya untuk maju di Pilkada Jakarta.

Bagaimana tidak, sebagai calon gubernur yang dibanggakan Golkar itu harus mendapat resistensi massif banyak dari elemen masyarakat Jakarta. Bahkan sejumlah kalangan menyebutnya penolakan dari masyarakat itu mengandung banyak makna.

Analis politik Center for Public Policy Studies Indonesia (CPPSI) Agus Wahid menilai RK terlalu memaksakan ambisinya untuk mencoba unjuk gigi di hadapan masyarakat Jakarta yang heterogen.

Ambisi itu dapat terbaca dengan langkahnya masuk ke Golkar, bukan partai lainnya. Bahkan, mantan gubernur Jabar itu langsung menempati posisi elite di jajaran DPP Golkar.

“Dengan posisinya yang mentereng itu, RK langsung mendapat kepercayaan sebagai kandidat untuk maju dalam pilkada Jakarta. Muncul pertanyaan mendasar, apakah DPP Golkar menjebak RK, atau sama-sama menjebakkan diri?. Pertanyaan itu pastinya yang bisa menjawab para elit politik dan RK sendiri,” ungkap Agus kepada Mediakarya, Sabtu (14/9/2024).

Agus berpendapat, sebagai partai yang senior, Golkar sepertinya tak mungkin menggelincirkan kepentingan politik RK sebagai kader kesayangan. Selain itu mustahil RK menenggelamkan diri dari karir politiknya.

“Namun, pertanyaan itu layak kita lontarkan sejalan dengan implikasi politiknya yang justru memburamkan masa depan politik RK. Jika tetap di Jabar, potensi kemenangan RK di atas kertas menang. Responsi publik Jabar pun tak diragukan. Masih banyak yang mengelu-elukan. Masyarakat Jabar tetap welcome dengan penuh antusias,” ujar Agus.

Namun demikian, prospektus kemenangan RK di Jabar tidak bisa dijadikan benchmark untuk diterapkan di pilkada Jakarta. Kini, RK sudah dalam posisi terjebak.

Jika mundur dari pilkada Jakarta sangatlah tidak mungkin. Sementara, di sisi lain, reaksi penolakan masyarakat Jakarta terhadap RK begitu kuat dan semakin masif. Karena itu, RK diduga hanya menjadi korban pemaksaan elitis dari partai tertentu.

“Memang, kehadiran RK dirancang sebagai kerangka menjegal Anies Baswedan. Karenanya, RK didorong kuat untuk maju di pilkada Jakarta. Skenarionya berhasil. Anies terjegal. Gagal maju dalam pilkada Jakarta pada 2024 ini. Skenario ini mencerminkan adanya komplotan elitis yang diduga di bawah kendali kelompok oligarki,” sebut Agus.

Namun demikian, komplotan itu dinilai kurang cermat dalam melihat arah politik warga Jakarta. Padahal, berdasarkan hasil survei, mayoritas masyarakat masih mengharapkan Anies untuk kembali memimpin Jakarta, bukan sosok yang diendorce Golkar, apalagi oleh istana dan siap dibiayai kaum oligarki itu.

Keinginan politik warga Jakarta itulah yang mendorong mereka di berbagai wilayah di Jakarta ini menolak RK setiap menyambangi calon warga yang akan dipimpinnya. Penolakannya tidak sebatas basa-basi. Tapi, benar-benar masif meski tanpa dikomandoi.

Menurut dia, penolakan warga Jakarta perlu dibaca sebagai sinyal negatif prospek perolehan suara RK yang bersanding dengan kader PKS, Suswono, sebagai calon wakil gubernurnya. Data faktual ini akan menjadi persoalan serius manakala pada 27 November nanti, ternyata pasangan RK meraih suara sigfnifikan, apalagi menang.

“Data lapangan itu bisa dijadikan pijakan untuk menguji data perolehan suara signifikan itu. Adakah rekayasa angka seperti yang diterapkan pada pilpres 2024 kemarin? Setidaknya, adakah langkah “simsalabim” atas kertas suara yang “dicoblos semua atau golput” itu, lalu diganti ratusan atau ribuan kotak suara sah dengan mencoblos RK-Sus,” ungkapnya. 

Tidak sulit bagi KPU untuk mengganti kertas suara sah. Semuanya bisa diatur dan dipersiapkan. Sepanjang istana masih cawe-cawe, tak ada yang susah, meski dengan cara-cara sangat kotor (dirty vote). Masalahnya, apakah PKS tetap terima dengan permainan kotor itu?

“Mungkin saja RK baru menyadari bahwa pilkada Jakarta demikian keras. Boleh jadi, RK baru merasakan selama terjun di panggung politik. Yang harus dicatat, janganlah menilai penolakan sejumlah warga Jakarta atas kehadiran RK bukan karena ketidaksukaannya. Namun yang harus dipahami lebih jauh mengapa warga Jakarta menunjukkan sikap tegasnya,” katanya. 

Jika dipertanyakan secara introspektif, siapa yang lebih sadis di antara sikap warga Jakarta dibanding para penjegal Anies? Justru para aktor penjegal itu jauh lebih sadis kelakuannya. Sebab, tindakan itu bukan hanya menjegal diri Anies, tapi mengubur harapan warga Jakarta. Mereka dibayang-bayangi potret buram pasca Anies tak ikut serta dalam pilkada Jakarta 2024 ini.

Bagi Anies, kata Agus, kegagalannya maju ke pilkada Jakarta itu takdir. Tak perlu disesali. Namun, Anies sedih jika mengingat warga Jakarta yang demikian besar berharap. Dan perlu dicatat, masa depan warga Jakarta yang suram dan apalagi kian menderita, hal ini yang harus menjadi tanggung jawab besar bagi siapapun yang ikut menjegal Anies.

“PKS, NasDem, dan PKB maupun partai-partai lainnya yang tergabung dalam KIM harus bertanggungjawab. Setidaknya, di hadapan masyarakat  Jakarta yang kini dalam bayang-bayang ketidakpastian,” pungkas Agus. (Hds)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *