Ia mengatakan bahwa sikap politik yang bersifat menghalalkan segara cara, termasuk dengan politik uang, merupakan hal yang negatif. Hal tersebut merupakan tantangan bagi sistem demokrasi.
Di samping itu, dia juga mengatakan bahwa seruan atau kritik yang datang dari kalangan akademisi, bukan merupakan kepura-puraan. Hal tersebut murni datang dari hati nurani para akademisi.
Jangan sampai, kata dia, seruan dan kritik dari akademisi itu dianggap sebagai partisan. Akademisi dari pemilu sebelumnya hingga ke pemilu saat ini masih tetap merupakan akademisi.
“Karena kita cinta NKRI, bukan cinta penguasa, melainkan cinta NKRI,” kata dia.
Prof. Siti menilai jika Indonesia tetap menjadi negara politik dengan indeks demokrasi yang menurun, cita-cita Indonesia Emas 2045 bakal sulit terwujud.
“Menjadi negara yang 2045 itu yang katanya Indonesia Emas, boro-boro emas, perunggu nanti. Jadi, kalau kita semua tidak menggawangi, jadi perunggu nanti, ngedrop,” kata Prof. Siti, dilansir dari antara.