JAKARTA, Mediakarya – Masa jabatan Presiden Indonesia Joko Widodo akan berakhir pada 20 Oktober 2024. Namun berdasarkan teori dalam filsafat politik, ada hipotesis yang menyatakan bahwa seorang pejabat publik akan kehilangan aura kebintangannya setelah tak lagi menjabat.
Pengamat politik Adi Prayitno mengungkapkan, fenomena yang sering terjadi di Indonesia, di mana popularitas pemimpin menurun seiring dengan berakhirnya masa jabatan mereka.
Dia mengambil contoh dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang saat menjabat memiliki popularitas yang sangat tinggi. Namun, setelah SBY lengser, nama dan prestasinya mulai memudar dari ingatan publik.
“Setelah SBY tidak lagi menjadi presiden, nyaris tidak ada orang yang secara rajin mengingat prestasi-prestasi politik yang dilakukan oleh SBY. Justru yang muncul adalah resistensi dan cerita-cerita buruk yang terkait dengan SBY,” ungkap Adi dalam keterangannya, belum lama ini.
Adi Prayitno juga membandingkan situasi ini dengan Anies Baswedan, yang semasa menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta memiliki aura kebintangan yang kuat, terutama setelah kemenangan dalam Pilkada Jakarta 2017.
Namun, setelah Anies kalah dalam Pemilihan Presiden, popularitasnya juga menurun drastis, dan dukungan politik dari partai-partai yang sebelumnya mendukungnya mulai menghilang.
“Anies kalah dalam Pilpres, aura kebintangannya hilang. Itu terbukti ketika partai-partai yang sejak awal mendukung Anies tiba-tiba berubah arah. Iman politiknya berubah, dan mereka tidak lagi bersama Anies,” ungkap Adi.
“Hingga hari ini, nyaris tidak ada orang yang memuji atau mengingat prestasi dan pemikiran Anies secara signifikan,” sambung dia.
Menurut Adi Prayitno, fenomena serupa kemungkinan besar akan dialami oleh Jokowi setelah masa jabatannya berakhir pada 20 Oktober mendatang.
Ia meyakini bahwa popularitas Jokowi akan menurun secara signifikan, seperti yang dialami oleh SBY dan Anies.
Meskipun saat ini Jokowi masih memiliki dukungan yang kuat dan prestasi politik yang diakui.
Adi Prayitno memperkirakan bahwa setelah Jokowi tidak lagi menjabat, ingatan publik tentang prestasinya akan mulai memudar, dan kritik-kritik terhadap kebijakannya akan lebih sering muncul di ruang publik.
Prediksi ini mencerminkan pola umum di mana popularitas pejabat publik di Indonesia sering kali menurun setelah mereka tidak lagi berkuasa.
Aura kebintangan yang dimiliki oleh seorang pemimpin biasanya erat kaitannya dengan kekuasaan yang mereka miliki, dan setelah kekuasaan itu hilang, daya tarik politiknya juga perlahan memudar.
“Saya termasuk yang meyakini bahwa setelah tanggal 20 Oktober, aura kebintangan Jokowi akan hilang,”ucapnya. **