JAKARTA, Mediakarya – Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Yusharto Huntoyungo mengingatkan seluruh jajarannya, terutama analis kebijakan dan statistisi, mengenai pentingnya membangun kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan yang berkualitas.
“Setidak-tidaknya, kita (BSKDN) akan menghasilkan kebijakan yang mendekati harapan masyarakat di Indonesia. Analis kebijakan hadir sebagai agen yang membantu pembuat kebijakan menghasilkan kebijakan publik yang inovatif, lincah, dan berbasis bukti sehingga tidak lagi ditemukan kebijakan yang tumpang tindih ataupun menimbulkan reaksi negatif dari publik,” ujar Yusharto, sebagaimana dikutip dari siaran pers.
Hal tersebut dia sampaikan saat memimpin Rapat Penguatan Kinerja Jabatan Analis Kebijakan dan Statistisi di Lingkungan BSKDN, di Aula BSKDN, Jakarta, Selasa.
Saat ini, menurut Yusharto, kolaborasi tersebut mulai dibangun oleh BSKDN dengan adanya kerja sama antara analis kebijakan, statistisi, dan pemerintah daerah untuk menghasilkan saran kebijakan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian.
Mereka bekerja sama menjaring isu strategis di lingkungan pemerintahan dalam negeri untuk ditindaklanjuti sebagai kajian. Langkah BSKDN tersebut, kata Yusharto, telah mendapatkan apresiasi dari Lembaga Administrasi Negara (LAN).
“Analis kebijakan untuk BSKDN itu sangat penting. Kemarin 13 Juni 2023, hadir dari Lembaga Administrasi Negara mengapresiasi dengan baik upaya kita (BSKDN) untuk melakukan pembinaan terhadap jabatan analis yang ada di Kemendagri dan pemerintah daerah,” tutur dia, dilansir dari antara.
Lebih lanjut, Yusharto mencontohkan salah satu kebijakan yang perlu dikoreksi melalui kolaborasi adalah kebijakan pengalokasian anggaran penanganan stunting di Tanah Air. Ia mengatakan beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo menemukan penggunaan anggaran penanganan stunting yang tidak tepat sasaran.
Diketahui dari total anggaran sebesar Rp10 miliar, hanya Rp2 miliar yang digunakan untuk mendukung penanganan stunting secara substantif, sedangkan selebihnya digunakan untuk perjalanan dinas, rapat, dan sebagainya.
Menurut Yusharto, dibutuhkan peran analis kebijakan untuk mengurai letak kesalahan dalam kebijakan pengalokasian anggaran tersebut.
“Untuk itu, perlu dibedah satu per satu kebijakan dari satu daerah. Lalu, dilihat komposisi anggaran yang punya literatur stunting itu larinya ke mana saja. Berarti, kita harus tampil, diminta atau tidak diminta untuk membuat saran kebijakan melalui kajian dan ditawarkan ke pimpinan untuk disetujui atau tidak,” ucap dia. (q2)